Sabtu, 08 Oktober 2011

Mencari Akses Air Bersih Sepanjang Kemarau

Keberadaan Pokja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL)/Sanitasi Kabupaten Bangka telah menjadi motivasi bagi kabupaten lain di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam pembangunan daerah bidang sanitasi, air minum, dan penyehatan lingkungan.


Ini terkait dengan keberhasilan Pokja AMPL/Sanitasi Kabupaten Bangka dalam menyediakan sarana air minum bersih bagi warga—juga keberhasilan kelompok kerja ini merangsang inisiatif warga membangun sanitasi bersih berbasis masyarakat.


Hampir seluruh desa di Kabupaten Bangka juga telah menyatakan diri sebagai "desa bebas birek sekaput" alias bebas buang air besar sembarangan. Walau begitu, bukan lantas Kabupaten Bangka lepas sama sekali dari masalah yang menyangkut air minum dan sanitasi.

"Masih banyak pekerjaan rumah yang harus kami kerjakan," ujar Harmendo.

Salah satu masalah yang dihadapi Pokja AMPL/Sanitasi Kabupatan Bangka sekarang ini ialah kurangnya akses warga terhadap air bersih sepanjang musim kemarau.

Kekeringan yang melanda Kabupaten Bangka selama beberapa bulan terakhir "memaksa" warga untuk juga menggunakan air dari kolong yang sudah tercemar akibat fungsinya yang bercampur. Hal ini terjadi di Desa Bakam, Kecamatan Bakam.

Sebenarnya di desa ini sistem penyediaan air minumnya sudah terbilang maju. Desa Bakam merupakan desa percontohan sistem penyediaan air minum ibu kota kecamatan (SPAM IKK).

Sistem ini dibikin dengan pola swadaya masyarakat yang artinya biaya operasional SPAM ditanggung oleh masyarakat pengguna.

Rozali, operator SPAM IKK Bakam, menjelaskan, warga ditarik iuran bulanan sebesar Rp8.000 dan Rp3.000 per meter kubik air yang mereka gunakan.

SPAM yang sudah beroperasi sejak 2009 itu sudah mampu mengalirkan air ke 350 rumah tangga di Desa Bakam. Dari SPAM ini tiap hari dialirkan air bersih 500 meter kubik ke rumah warga.

"Kami mengalirkan air tiap dua hari sekali, tapi jika musim kemarau seperti sekarang kami mengalirkan air setiap hari," tutur pria yang sudah tiga tahun menjadi operator SPAM itu.

SPAM IKK Desa Bakam memanfaatkan air kolong di dekatnya sebagai sumber air. "Intake-nya dari danau alam yang sudah ada sejak lama," papar Rozali.

Namun sumber air baku tersebut masih digunakan sebagai tempat mandi dan mencuci oleh warga. "Biasanya mereka tidak mandi di sini, tapi karena musim kemarau dan banyak kolong yang kering, mereka pun mandi di sini," Rozali menjelaskan.

Kendati sebelum dialirkan ke rumah warga, air kolong telah dimurnikan dan disterilkan melalui filter dan proses kimiawi untuk mematikan mikroorganisme patogen yang terkandung di dalamnya, namun tetap saja pemerintah harus bisa bersikap tegas terhadap warga yang menggunakan sumber air baku untuk keperluan lain.

Susilawati, dari Dinkes Kabupaten Bangka, mengingatkan dengan baik. Jika pemanfaatan yang tidak tepat itu terus dibiarkan, semakin lama biaya operasional pemurnian air bisa terus membengkak.

"Semakin kotor sumber air, semakin banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk memurnikan air," ujarnya.

Wanita yang akrab disapa Susi ini kemudian menjelaskan perihal teknik, bagaimana cara termudah menjaga kebersihan sumber air baku. Tiada lain dengan tidak membuang limbah rumah tangga ke sungai atau kolong.

"Termasuk tidak mencuci dan mandi di lokasi sumber air baku," tambahnya.

Karsa warga Desa Jada Bahrin, Kecamatan Merawang, juga cukup menggembirakan. Mereka sudah mampu memisahkan sumber air untuk keperluan minum, mandi dan mencuci.

Kepala Desa Jada Bahrin, Usman, menunjukkan bahwa di desanya sudah ada SPAM, kendati masih sederhana bila dibandingkan dengan SPAM IKK di Desa Bakam. SPAM di Desa Jada Bahrin berasal dari kolong yang terdapat di tengah-tengah perkebunan warga.

Selain itu, di sebelah tangki SPAM juga terdapat dam yang berfungsi menampung air hujan sebagai sediaan alternatif air minum. Untuk mandi dan mencuci, warga memanfaatkan air kolong berbeda, terdapat di sebelah barat sumber air untuk SPAM.

Di Desa Jada Bahrin ini, seperti umumnya desa-desa lain di Kabupaten Bangka, pemandangan orang-orang dengan badan berlilit handuk sambil mengendarai motor adalah hal biasa. Tidak lupa mereka juga membawa ember.

"Mereka biasa mandi bersama di sungai dan kolong. Itu sudah keseharian mereka," kata Usman.

Sulaiman, 33, warga Desa Jada Bahrain, setiap hari datang bersama keluarganya untuk mandi. "Pulang dari kebun kami biasa mandi dan mencuci di sini," katanya.

Maka, bukan lagi pemandangan aneh bila kolong berubah menjadi "pusat kegiatan" warga di saat senja menjelang. Anak-anak menjerit senang sembari berenang dan bermain air, para ibu mereka berkumpul di satu sisi. Mereka mengobrol dan mencuci. Kaum laki-laki, di lain pihak, memilih berenang dan bersantai menikmati sejuknya air setelah seharian bekerja di ladang.

Usman menjelaskan, sebenarnya hampir seluruh rumah di desanya sudah memiliki kamar mandi. Namun kebiasaan masyarakat yang sudah mengakar rupanya sulit dihilangkan.

Bagi Sulaiman, warga memilih mandi di kolong itu karena selain sudah terbiasa, volume air di kolong juga lebih banyak. "Di sini lebih enak mandinya, banyak air," ujarnya.

Untuk menjaga privasi warga sewaktu mereka mandi, pemerintah menutup kolong dengan tembok. "Dulu ini seperti pemandian terbuka. Sekarang kami menutupi pinggiran kolong dengan tembok agar privasi mereka lebih terjaga," kata Usman.

Kebiasaan mandi bersama di kolong tidak hanya terjadi di Desa Jada Bahrin. Mandi bersama sudah menjadi fenomena umum di Kabupaten Bangka. "Saat mandi adalah saat bersosialisasi dengan sesama. Mereka bertukar informasi di sana," ujar Susi.

Secara teknis air minum bagi penduduk Desa Jada Bahrin tidak langsung dialirkan dari SPAM. Dari SPAM air dialirkan hanya sampai tangki-tangki besar yang terdapat di dekat rumah warga.

Dari tangki tersebut beberapa warga menggunakan selang untuk mengalirkan air ke rumah, tidak sedikit warga yang masih mengambil air langsung dari tangki dengan jerigen atau ember. "Untuk minum, memasak, dan cuci piring," kata Ibu Salbiah, 75, penduduk Desa Jada Baring.

Ibu Salbiah ini punya sikap agak berbeda. Agar waktu tidak tersita oleh keharusan mengantre di tangki, dia lebih mengambil air langsung ke SPAM. Padahal lokasi SPAM itu cukup jauh, sekitar dua kilometer dari tempat tinggalnya.

"Perginya naik motor, pulang jalan," kata perempuan yang biasa memikul dua sampai tiga ember air untuk keperluan sehari-harinya itu. Usia lanjut tak mengendurkan tenaganya. "Sudah biasa," katanya enteng. 


Tidak ada komentar: