Minggu, 06 November 2011

Merefleksikan Simbol Dibalik Ritual Hari Raya Idul Adha


Koran Kompas pada terbitan 5 November 2011, Moeslim Abdurrahman menulis renungan Idul Adha berjudul “Di Balik Dongeng Mina”, dia menjelaskan bahwa Menyembelih hewan Qurban adalah ritual simbolik, sama halnya dengan pakaian ihram saat melaksanakan haji, atau berkemah di Arafah pada puncak ibadah Haji. Dari ritual simbolik tersebut, kita harus menemukan makna darinya, tidak melaksanakan atas dasar menunaikan rukun atau memenuhi syarat semata.


Makna itulah inti dari pelaksanaan ritus suci tersebut. Terlepas dari apa makna yang dikandung oleh ritus simbolik seperti itu, secara umum orang-orang menganggap bahwa Iedul Adha adalah ibadah dengan dua dimensi nilai, yakni vertikal dan horizontal. Dua dimensi ini tentunya sudah diketahui bahwa yang dimaksudnya adalah ibadah ilahiah kepada sang pencipta dan ibadah sosial dengan saling membantu orang-orang di sekitar yang kekurangan atau layak dibantu. Itulah kiranya pendapat umum terkait makna-makna simbol di hari raya qurban ini. selain itu, kisah nabi Ibrahim yang Hendak menyembelih anaknya, Ismail, menunjukkan makna ketauhidan, pengorbanan di untuk Allah SWT (sepertinya kalimat saya yang terakhir ini kurang pas, apakah Allah menerima persembahan qurban?).

Tulisan Moeslim Abdurrahman tersebut harusnya memantik nalar kita untuk menggali lebih dalam keindahan makna dibalik ibadah, sehingga para kambing atau sapi atau herwan qurban lainnya tidak merasa percuma mengorbankan nyawa mereka, menyerahkan diri untuk memutus jatah merumput mereka untuk beberapa hari lagi. Jika makna yang dihadapi dalam permainan “petak umpet” ritual ini adalah kesadaran sosial untuk saling berbagi atau membantu, apakah bantuan itu hanya pada materi semata? Hanya pada sebongkah daging qurban atau beberapa rupiah uang? Lalu bagaimana dengan mahasiswa miskin sepertiku? Bisakah saya menolong seseorang? Atau apakah setiap orang miskin hanya menjadi objek pertolongan semata? Apakah musim qurban adalah hari raya dimana garis kehidupan miskin dan kaya makin ditarik atau makin ditelanjangi sehingga makin mencolok?

Perlu makna lebih dalam agar simbol ini tidak jadi monster yang menjajah. Penyembelihan tidak hanya berarti kita akan makan daging. Karena kita akan makan daging, maka para peternak atau pedagang ternak akan mendapat untung yang lumayan. Betapa menyedihkannya hari qurban. Seorang teman menulis status di facebook, katanya semoga uang yang mereka kumpulkan cukup untuk membeli seekor kambig untuk berqurban, adalagi sms seorang teman untukku, dia mengundang untuk datang pada acara penyembelihan hewan qurban dan membantu membagikannya pada masyarakat sekitar?. Jika tidak direfleksikan, qurban hanyalah ritus kaku yang menjebak.

Ibadah tidak semata membutuhkan ritual, pelaksanaan, keikhlasan, akan tetapi membutuhkan muhasabah, mencari mozaik hikmah yang disembunyikan oleh fikiran kita sendiri, fikiran yang terbiasa memikirkan kesenangan, keriuhan dibandingkan keheningan. Saya pun ingin punya uang untuk membeli beberapa kilo daging, menikmatinya bersama istri dan beberapa teman. Untuk apa? Yaaa untuk menjadi jawaban, karena nanti ibuku akan menelfon, menanyakan kabar dan bertanya apa menu makanan kami di hari saya qurban. Saya tak ingin mereka sedih karena mendengan kami masih tetap makan ikan teri dan mangga muda di hari qurban itu, kesedihannya tentu bakal merusak suasana di rumah. Selamat hari raya Iedul Qurban. Semoga hidup kita tidak sesia-sia darah hewan qurban yang mengalir bersama lantunan, “Allahu Akbar”.


Sumber : http://forum.kompas.com/nasional/46110-merefleksikan-simbol-dibalik-ritual-hari-raya-idul-adha.html

Tidak ada komentar: